Kamis, 18 September 2014

Saatnya distributor berevolusi

 Distributor  menghadapi banyak tantangan ke depan. Perusahaan akan bertarung dengan efisiensi dan efektivitas.
Model bisnis dari perusahaan distribusi relatif sederhana. Mereka harus efisien dana dan efektif. Efisiensi untuk menekan biaya dan efektivitas untuk mendongkrak penjualan. Distributor atau agen harus efisien. Maklum, margin yang mereka peroleh hanya sebesar 4-8%. Artinya, peluang untuk mengubah produk yang mereka beli relatif tidak ada. Jadi, mereka akan menikmati margin yang tidak besar. Jasa mereka bisa dianggap seperti komoditi.
Kalau jasa mereka dianggap komoditi dan tidak memberikan nilai tambah, maka pihak produsen atau principal akan berupaya terus untuk mengurangi keuntungan mereka. Di sisi lain, biaya yang harus mereka keluarkan dari tahun ke tahun, akan bertambah. Gaji karyawan akan naik. Biaya transportasi akan naik. Biaya listrik dan operasional lainnya akan naik. Biaya promosi akan naik pula. Bila kenaikan biaya ini kemudian tidak diimbangi dengan besarnya margin kotor, laba perusahaan distribusi akan tergerus.
Perusahaan distribusi juga harus memerhatikan efektivitas. Mereka perlu mencari prospek yang tepat. Selain itu, semua saluran distribusi dan komunikasi yang dipilih harus efektif.
Efektivitas inilah yang kemudian akan menghasilkan penjualan yang lebih baik. Jadi, walau persentase margin kotor perusahaan distribusi tetap, tetapi nilai absolutnya bisa ditingkatkan dengan menaikkan tingkat penjualan yang melebihi kenaikan biaya distribusi.
Jadi, kata para distributor, model bisnis dari perusahaan distribusi sederhana! Ibaratnya, mereka seperti pedagang saja yang hanya memberikan nilai tambah dalam menjual. Tidak ada produk yang diolah dan tidak ada pelayanan bernilai tinggi yang mereka berikan kepada pelanggan.
Evolusi dan Revolusi Perubahan
Justru inilah inti permasalahan dari pelaku bisnis distribusi. Perubahan makro, teknologi, industri, persaingan, dan pelanggan sudah semakin besar. Seharusnya, distributor mesti mulai melakukan perubahan strategi dan desain perusahaan distribusi mereka.
membatasi perubahan dari tiga aspek saja, yaitu perubahan pelanggan, produk, dan proses penjualan.
Pertama, pelanggan sudah mengalami perubahan. Pelanggan dari distributor adalah para outlet yang bisa terdiri dari modern (rumah sakit, apotik group dan subdist)  atau tradisional.
Pelanggan-pelanggan ini mengalami konsolidasi dan diversifikasi. pelanggan modern semakin besar. Mereka semakin memiliki kekuatan untuk menekan distributor. Mereka membutuhkan solusi distribusi. Pengiriman yang cepat, harga yang murah, dan stok yang just in time.
Diversifikasi juga semakin luas. Jenis-jenis outlet semakin beragam. Akibatnya, pelanggan ini harus disegmentasi lebih tajam. Bila demikian, salesman juga harus dibedakan untuk melayani segmen pelanggan yang berbeda. Sebagian sales force harus di upgrade atau diganti dengan account manager dan sebagian menjadi segmen specialist.
Ada pelanggan yang sangat besar order size-nya dan ada ratusan ribu outlet yang nilai pengembaliannya relatif kecil.
Perubahan kedua adalah dalam hal produk. Produk semakin banyak, bervariasi, dan semakin inovatif. Distributor semakin banyak memiliki principal atau dari principal yang sama, memiliki produk yang semakin banyak. Salesman sudah mulai merasa bandwidth-nya terlewati. Sangat sulit bagi mereka untuk menguasai pengetahuan produk dengan baik. Juga,
produk yang semakin banyak membuat salesman tidak mampu membawa semua produk. Mereka hanya akan fokus kepada fast moving obat dan kurang memerhatikan produk baru.
Di industri farmasi, fragmentasi produk ini menjadi problem yang besar, produk-produk farmasi cenderung lebih kompleks.
Dimensi ketiga adalah proses atau aktivitas dalam penjualan. Kompleksitas dari proses penjualan termasuk yang paling cepat. Perusahaan-perusahaan distribusi yang sudah siap bertransformasi, biasanya melakukan perubahan dalam hal ini. Mereka mengubah peran salesman.
Sebagian tugas salesman hanya melakukan pengambilan order. Dengan cara ini, perusahaan menjadi efisien. Untuk pekerjaan mencari prospek, bisa diserahkan ke tim yang lain. Demikian pula pekerjaan administrasi dan penanganan keluhan pelanggan, juga ditangani oleh divisi khusus.
Bagaimana perusahaan distribusi merespons perubahan ini? Prinsip yang dipegang tetap sama. Harus efisien dan efektif. Supaya efisien, salesman dibuat generalist saja. Mereka membawa semua produk, melayani semua pelanggan, tetapi areanya terbatas. Jadi, biaya transportasi menjadi lebih kecil.



Distributor dituntut untuk terus berinovasi menambah value agar posisinya semakin aman. Distributor yang hanya fokus kepada selling akan menjadi barisan pertama yang akan tergilas di masa mendatang.
Perubahan radikal pertama adalah mengubah channel. Salesman, dengan berat hati, harus dirombak peran dan mungkin juga jumlahnya.
Perubahan radikal kedua, yang masih berhubungan dengan pertama adalah teknologi internet. Efisiensi yang ditawarkan sungguh luar biasa, bisa hanya sekitar 2% hingga 10% saja. Pada titik tertentu, saat e-channel semakin besar, maka distributor hanya perlu gudang-gudang sebagai titik dan logistik untuk distribusi.
Perubahan radikal ketiga adalah masalah yang berhubungan dengan service delivery, membangun relationship dan membangun merek. Distributor yang aman posisinya adalah distributor yang mengambil peran dari pihak produsen. Mereka ikut membangun merek. Mereka juga memiliki nilai tambah melalui pelayanan delivery. Mereka juga harus terlibat dalam proses membangun relationship dengan para pelanggannya.
Distributor yang sanggup memerankan peran ini berada di posisi aman.
Di masa mendatang, sebagian distributor kemudian mengubah bisnis modelnya lebih radikal. Mereka kemudian masuk ke bisnis ritel. Ini perubahan radikal yang keempat.
Sebagian perusahaan sudah melakukan perubahan bisnis model ini dan sukses. Ini akan menjadi dorongan buat distributor lain untuk melakukan langkah serupa. Konflik dengan pelanggan mereka yang juga ritel akan menjadi pertimbangan yang tidak mudah

Jumat, 12 September 2014

Selamat datang MEA 2015





 Kita tau industri farmasi merupakan industri yang unik dan menarik karena diatur secara ketat, baik secara Nasional maupun Internasional (seperti registrasi obat, cara produksi obat yang baik/CPOB, distribusi dan perdagangan produk yang dihasilkan).


Selain itu Industri Farmasi adalah industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi, karena usia hidup obat relatif singkat ( lebih kurang 25 tahun) dan sesudah itu akan ditemukan obat generasi baru yang lebih baik, lebih aman dan lebih efektif (fenomena merger beberapa perusahaan farmasi raksasa dunia , seperti Glaxo SmithKline -Becheem, Aventis, Novartis Biochemie, Roche-Bayer, dll).


pada tahun 2015 besok akan dimulai perdagangan bebas asean (MEA) yang artinya penyetaraan perdagangan di lingkungan asean, tenaga kerja pun di setarakan antar negara-negara asean. Artinya peluang tenaga kerja dari negara-negara asean bebas keluar masuk Indonesia, begitu sebaliknya, para tenaga kerja Indonesia juga dapat bekerja bebas di negara-negara asean.

Dan lebih lagi Indonesia menempati peringkat 1 dalam jumlah penduduk terbanyak di Asean, artinya negara lain melirik Indonesia sebagai pasar yang sangat potensial. Pertanyaan yang mendasar, apakah kita sudah mampu & capable untuk bersaing dengan sarjana-sarjana dari negara asean?

Lalu hubungannya MEA dengan industri farmasi adalah meningkatnya ekspansi produk-produk obat dan Ancaman Produk Impor pada Pasar Domestik.

Disini Lanskap Persaingan Industri Farmasi Berubah dengan Dinamika yang Tinggi . Dengan adanya MEA di tahun 2015, maka sejatinya berlaku prinsip ‘Semua harus Sama’ antar negara di Asean. Untuk urusan obat sendiri sudah ada regulasinya menurut PPWG (Pharmaceutical Product Working Group). Jadi melalui PPWG inilah semua standar2 tentang obat di sepakati. Beberapa yang telah dibahas dalam PPWG adalah ACTR/ACTD (standar dan persyaratan registrasi obat), ASEAN Guidelines (Stability; validasi proses/MA ; BA/BE), MRA on GMP Inspection, MRA on BE Study Report Format (tahap awal), PMAs (Post Market Alert System).

 Dengan adanya hal tersebut, setiap industri farmasi mulai melakukan penyesuaian dan peningkatan kualitas di setiap divisinya. Divisi apa saja yang dapat dimasuki Apoteker di industri farmasi?
1. Produksi -> bertanggungjawab atas terselenggaranya pembuatan obat agar obat tersebut memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan dan dibuat dengan memperhatikan pelaksanaan CPOB, dalam batas waktu dan biaya produksi yang ditetapkan.

2. QC (kontrol kualitas) -> adalah aktivitas yang menentukan accepatablility or unaccepatability suatu produk dan ditentukan dengan membandingkan produk terhadap spesifikasi awal yang ditentukan sebelum produk tersebut di buat. Divisi ini bertanggung jawab terhadap penggunaan metode uji untuk menganalisis suatu produk.

3. QA (kontrol mutu) -> merupakan aktivitas yang akan menentukan bagaimana tugas Quality Control akan dilakukan, kemudian melakukan verifikasi bahwa tugas tersebut telah dilakukan dengan tepat.

4. Reggulatory affair (RA) -> tanggung-jawab utama RA adalah persiapan dan presentasi pendaftaran dokumen untuk lembaga regulator (pemerintah) untuk mendapatkan dan mempertahankan izin produk-produk yang bersangkutan. RA perlu untuk melacak perubahan undang-undang di suatu negara sehingga perusahaan dapat memasarkan produk mereka sesuai dengan Undang2 yang berlaku.

5. Business development -> bertanggung jawab dalam pengembangan bisnis produk

6. marketing -> bertanggung jawab dalam keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait dengan penjualan dan pemberian layanan kepada konsumen

7. Riset n development (R n D) -> Bertanggung jawab dalam pengembangan produk baru sesuai dengan permintaan marketing, efisiensi biaya produksi, memperbaiki formula obat, dan pengembangan sarana penunjang yang dibutuhkan untuk kelancaran produksi.

8. PPIC (Production Planning Inventory Control) ->bertugas merencanakan jadwal produksi dan menjamin produksi berjalan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan.

9. Warehouse and Distribution -> bertugas merencanakan, memonitor, mengevaluasi, serta mengkoordinir kegiatan pemenuhan ketetapan CPOB di gudang dan mengkoordinir penerimaan pesanan dari distributor serta pengirimannya ke distributor

10. Quality Assurance Service -> bertanggung jawab dalam menangani complaint, product recall, return product, Annual product review (APR) dan penyimpangan/deviasi.

siap tidak siap industry farmasi harus menyongsong MEA 2015 dengan terobosan

Kamis, 11 September 2014

era nya E purchasing obat

Procurement atau pengadaan merupakan aktifitas rutin yang dilakukan setiap instansi, termasuk swasta. Secara umum, pengadaan pemerintah dan swasta dapat dikelompokkan menjadi:
  1. Tender
  2. Penunjukan langsung
  3. Pembelian langsung (purchasing)
SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) hanya mengadopsi pengadaan secara tender umum, karena ini yang lazim digunakan di pemerintahan. Sebenarnya, sebagian pengadaan barang/jasa baik swasta maupun pemerintah, lebih efisien dan cepat jika menggunakan metode purchasing atau pembelian langsung. Metode ini sesuai untuk pengadaan barang yang memiliki spesifikasi yang jelas, misalnya
  • kendaraan bermotor
  • obat-obatan
  • peralatan perkantoran
  • jasa ekspedisi
Pengadaan melalui pembelian langsung pasti memerlukan waktu lebih cepat namun ada potensi besar untuk tidak terjadi persaingan yang sehat.

Pembelian secara elektronik (e-purchasing) membawa manfaat besar dalam hal mempercepat proses pengadaan dan memberikan harga lebih efisien. Untuk membangun sistem e-purchasing diperlukan adanya:
  1. Electronic Catalog. Untuk katalog memerlukan standarisasi barang/jasa. Penyelenggara E-catalog dapat mengacu ke standar yang sudah ada.
  2. Institusi penyelenggara e-purchasing.
  3. Regulasi yang menaungi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Regulasi ini mencakup juga kontrak payung (framework contract) antara pembeli dan penjual. Di pemerintahan, pembeli adalah instansi-instansi pemerintah pusat maupun daerah. Framework contract dapat dilakukan antara supplier dengan salah satu instansi pusat untuk mewakili seluruh pembeli atau pengguna jasa.
  4. Database yang besar dan selalu terbaru (uptodate) tentang barang/jasa. Database ini sebaiknya terintegrasi dengan sistem di penyedia barang/jasa sehingga dapat diketahui stok dari barang yang dicantumkan di dalam sistem.

E-Purchasing di Instansi Pemerintah

E-purchasing dapat dilakukan di instansi pemerintah melalui regulasi.

Di dalam draf Perpres Pengadaan Barang/Jasa pengganti Keppres 80 tahun 2003,  adanya e-purchasing. Untuk mewujudkannya masih memerlukan beberapa langkah lagi seperti dibahas sebelumnya. Implementasi dapat dilakukan secara bertahap dan memerlukan strategi karena ada efek samping yang cukup besar, salah satunya yaitu terpotongnya jalur distribusi.

Sebelum ada regulasi dan standarisasi maka e-purchasing tidak dapat diterapkan.

Senin, 08 September 2014

Industri farmasi era BPJS


Melihat pertumbuhan yang baik di sektor farmasi belakangan ini merupakan prestasi yang patut disyukuri. Sebagian besar perusahaan farmasi menikmati iklim perekonomian yang cukup kondusif. Pasar tumbuh semakin baik dengan meningkatnya daya beli masyarakat secara umum.
Bahkan  dalam tiga bulan terakhir pasar farmasi domestik tumbuh mencapai 14-15%.

melihat melalui bingkai yang besar dan memandang situasi dan perkembangan di sektor kesehatan, dalam kepentingan banyak pihak, baik dari sisi legislatif, eksekutif dan yudikatif.

melihat upaya-upaya pemerintah dalam setiap departemen, hubungan antar departemen, melihat bagaimana hubungan pusat dengan daerah, dan mengkaitkannya dengan sektor kesehatan dan farmasi, meskipun sebagian besar dalam bingkai besar (makro).

Ini yang akhirnya membuat lebih kompleks bagaimana memandang dan menyikapi perkembangan situasi di sektor kesehatan khususnya farmasi.

bisa melihat bagaimana upaya pemerintah memperjuangkan kepentingan masyarakat. Salah satu contoh JKN atau BPJS .

ini adalah pandangan pemerintah di area legislatif dalam memperjuangkan kemakmuran masyarakat, dalam kajian-kajian dan analisa makro ekonomi untuk menyeimbangkan anggaran belanja pemerintah. Sekarang ini di Indonesia sedang muncul kebangkitan nasional. Kalau beberapa tahun lalu banyak perusahaan dalam negeri diambil alih oleh perusahaan perusahaan asing, sekarang ada tren perusahaan lokal mengambil alih kembali.

Dalam konteks kebangkitan nasional ini juga kita bisa melihat saat Komisi IV menolak keras keinginan Kementerian Kesehatan, membuka kepemilikan saham asing hingga 100% terhadap perusahaan farmasi lokal. Dari sini kita juga melihat perkembangan bahwa setiap rencana kebijakan pemerintah akan selalu dikonsultasikan dengan wakil rakyat.
 
harga produk obat di Indonesia tidak mahal. Dengan demikian sebenarnya saya melihat dari beberapa sudut pandang, di sisi lain harus memperjuangkan kepentingan komunitas usaha farmasi, tapi saya juga harus melihat secara makro bahkan secara pribadi merasa bahwa biaya kesehatan makin lama makin mahal. Dari sudut kepentingan inilah, saat ini keberpihakan pemerintah kepada masyarakat kecil semakin menguat.

Ini kenyataan yang dihadapi oleh Indonesia, dan akan mewarnai perkembangan kebijakan pemerintah di sektor farmasi  tahun 2014, yang perlu menjadi perhatian utama kita. Karena sebagian besar merupakan tantangan yang akan dihadapi industri farmasi dalam waktu dekat.

Yang menjadi perhatian khusus adalah perkembang-an regulasi sektor industri farmasi sekarang. Karena cepat atau lambat, suka atau tidak suka kebijakan tentang pelaksanaan GMP yang tidak dapat ditunda lagi, meskipun terjadi tarik menarik dari berbagai kelompok, industri yang besar setuju, sementara industri yang menengah kecil merasa berat.

Sehingga seringkali industri farmasi yang kecil-kecil seperti di Bandung, Semarang, Surabaya ini merasa GP Farmasi Pusat ini, terutama Komite Bidang Industri hanya memihak pada kepentingan sendiri.

Selain GMP, kedepan kita dihadapkan dengan agenda dari BPOM yakni PIC/S (The Pharmaceutical Inspection Convention and Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme).

 Benar dikatakan bahwa regulasi PIC/S itu terkait dengan kepentingan BPOM. Jadi yang diperiksa adalah kualitas dan kompetensi dari inspektor yakni BPOM. Sebagai inspektor harus memenuhi syarat untuk memeriksa pabrik. Bukan pada sumber daya manusianya tetapi pada hasil pemeriksaan pada industrinya, yang pada akhirnya berdampak pada industri.

Pada awalnya BPOM akan mengajukan beberapa industri untuk diperiksa. tentu akan dipilih pabrik yanng telah memenuhi syarat GMP. Tetapi pada periode berikutnya, tim inspeksi PIC/S akan melakukan pemeriksaan secara random. Jika saat itu ditemukan sejumlah industri tidak memenuhi syarat maka status dari PIC/S itu akan gugur. Jadi kepentingan BPOM mendorong industri farmasi di semua level, mutlak mematuhi persyaratan GMP itu.

Tantangan lain bagi industri farmasi Indonesia adalah BPJS / kebijakan asuransi kesehatan nasional yang akan meng-cover seluruh masyarakat Indonesia. asuransi Sudah  berlaku per 2014 maka kita akan memasuki era yang disebut 'low price low profit', artinya penetapan harga obat itu akan menggunakan cara yang sangat sederhana. Dan yang pasti itu akan membatasi margin keuntungan. Ambil contoh, kalau kita mengikutsertakan obat kita pada BPJS itu, misalnya dengan memotong sebesar 60%, kira-kira sebesar itu harga jual obatnya dalam daftar obat BPJS. Konsekuensinya adalah, kita harus melipat gandakan penjualan agar bisa mengejar harga.

.
Masalahnya adalah bahwa pada awal berjalannya BPJS itu daftar harga itu sudah berlaku. Tetapi penjualan obat sesuai penulisan resep akan mengikuti perkembangan jangkauan dari layanan BPJS itu sendiri yang tentu membutuhkan tahapan dan waktu yang tidak singkat.

Selisih periode waktu ini bisa menjadi sangat rawan. Sementara harga sudah turun, tetapi volume penjualan tidak beranjak naik, bahkan tidak tumbuh sama sekali. Kalau perkembangan coverage layanan BPJS itu memakan waktu terlalu lama, bisa dipastikan industri tidak akan mampu bertahan, dan colapse.

Jadi itu sebagian dari tantangan di sektor industri dalam waktu dekat, yang perlu diwaspadai.
Kalau kita melihat peluang, tentu saat ini lebih baik, karena kebutuhan makin besar, jumlah penduduk makin besar, ekonomi tumbuh semakin baik. Dua tiga bulan terakhir 2013 ini omset farmasi ini luar biasa. Pasar farmasi domestik tumbuh 14-15%, sementara ekonomi tumbuh 5,5% setiap tahunnya.