Kamis, 13 Oktober 2016

System INA CBGs BPJS ke perusahaan Farmasi?





System INA CBGs BPJS ke perusahaan Farmasi?

Program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) pada tanggal 1 Januari, 2014, JKN menerapkan Teknik Managed care dengan sistem pembayaran “Kapitasi dan INA CBGs” .Tarif INA CBGs sudah menggunakan konsep tarif Rumah Sakit yang lebih rasional, kalau tarif RS masih menggunakan strategi tarif komersial maka program JKN akan sulit berkembang. Tarif RS yang meretailkan semua komponen tarif berakibat tarif akhir tindakan medis menjadi sangat mahal.

Dengan konsep INA CBGs ini seharusnya mempermudah RS menerima pembayaran dari BPJS untuk pembelian obat ke distributor farmasi dan tentunya RS akan lebih cepat lagi dalam  pembayaran ke distributor.

Selama ini ada beberapa RS pemerintah provider BPJS yang pembayaran melebihi dari batas  jatuh tempo faktur distributor.Sesuai UU No 24 tahun 2011 yang mengatur pola pembayaran BPJS, keterlambatan pembayaran BPJS ke Rumah Sakit provider BPJS itu didenda 1% dari total tagihan claim Rumah Sakit Provider BPJS.
untuk menghindari keterlambatan bayar terhindar denda 1% dari total tagihan, BPJS Kesehatan melakukan pembayaran uang muka 50% dari total claim yang masuk.bahkan untuk menghindari risiko sebelum masa jatuh tempo pembayaran claim atau tagihan RS provider BPJS , pihak BPJS juga menambah sampai 25% lagi.
Sehingga selama poses verifikasi claim pihak rumah sakit yang mengajukan claim bisa mendapatkan dana likuiditas 75%, dari Batas pembayaran claim 15 hari sejak masuknya claim ke BPJS Kesehatan.

Suksesnya JKN tentunya perlu dukungan semua pihak baik pemerintah, pemberi pelayan kesehatan , principal/perusahaan farmasi dan distributor obat sebagai eksekutor proses pelayanan ke RS Provider BPJS.


Hambatan provider BPJS Rumah Sakit ke distributor farmasi :Beberapa RS pemerintah provider BPJS pembayaran tidak sesuai jatuh tempo yang diberikan pihak distributor, kendala utama adalah dokumen claim yang diberikan oleh RS provider BPJS ke kantor BPJS tidak/kurang  lengkap.
Persyaratan utama BPJS membayar claim adalah resume dokter yang memeriksa pasien sesuai dengan penginputan / Kodingdi system icd-10 yang diinput pihak RS, jika kurang lengkap hasil verifikator BPJS maka dokumen akan dikembalikan BPJS ke RS provider untuk dilengkapi BPJS sehingga pembayaran mundur tidak tepat waktu.

Saran yang dapat diberikan ke pemerintah melalui kemenkes atau BPJS agar program JKN dapat lebih baik dari tahun sebelumnya :

1.Proses system pembayaran RS provider BPJS ke distributor agar diperbaiki untuk selalu tepat waktu. kendala yang terjadi di internal RS dengan BPJS yakni verifikasi tidak sesuai, resume dokter belum lengkap dan pengkodean belum lengkap  lebih cepat ditangani oleh BPJS . jika diperlukan dibentuk “team crisis centre “oleh BPJS dan kemenkes untuk mempercepat proses pembayaran ke RS provider sehingga tagihan dapat dibayar tepat waktu.
pihak perusahaan farmasipun dapat melakukan kontrol terhadap proses internal RS provider BPJS terhadap faktur-faktur claim atau tagihan di RS yang akan ditagihkan atau claim ke kantor BPJS. alangkah baiknya pihak RS membentuk SAMSAT (Seperti sistem STNK/pajak)  pembayaran tagihan khusus BPJS sehingga semua serba terukur , cepat, jelas dan transparant.

2.Untuk lebih mendukung proses pembayaran RS provider BPJS ke distributor mengikuti mekanisme pembayaran kapitasi, artinya pihak BPJS dapat mengusulkan perubahan penambahan account dalam pembayaran dimuka 50% tidak hanya ke rumah sakit provider BPJS saja tetapi  juga ke distributor obat. System pembayaran BPJS ke tiap-tiap distributor ini dilihat dari historical pembelian tiap-tiap rumah sakit ke distributor obat.

3.Untuk antisipasi ketersediaan stock obat produk BPJS, pihak kemenkes mewajibkan forecast stock atau Rencana Kebutuhan Obat per tahun ke provider BPJS agar stock dapat disiapkan dan diproduksi dengan baik oleh pabrik farmasi.
Kemenkes atau BPJS wajib selalu memantau , mengingatkan dan mengevaluasi secara simultan dengan baik rs / puskesmas provider BPJS ini untuk wajib memberikan informasi Rencana kebutuhan obat atau forecast pertahunnya yang selanjutnya data tersebut diberikan ke principal atau pabrik farmasi untuk disiapkan produksi.
4.Rencana kebutuhan obat tersebut wajib dijalankan menjadi PO (purchasing order) via ecatalog sejak awal tahun oleh RS provider BPJS sehingga estimasi stock obat milik principal atau perusahaan farmasi akan cair secara periodik






Donni Noviandi Rafdi 
"Project Manager e’purchasing Rumah Sakit PERSI (Perhimpunan RS Indonesia) 2001-2003"

Dosen Pemasaran di Akademi BSI dan STIA Kawula Indonesia 
Lektor , NIDN 0325117404

Yes ! I am a KAM

 Yes ! I am a KAM



Recognizing the emergence of new influencing groups, pharmaceutical companies have set up dedicated sales teams or roles, alongside the traditional primary and secondary care teams. .
With KAM; Pharmaceutical companies can revitalize their sales model & regain their consultative status and influential role in physician’s choice of medicines in the hospitals
many Pharma companies in Indonesia have issued an Account Manager’s business card to traditional sales reps and given more selective in targeting his key customers
To move Pharma organizations forward in challenging times; there are several key stages that pharma companies employing KAM go through as they mature and embark on a journey that moves them through successive levels of sophistication.

1.The KAM developed knowledge ;  Selling to "pareto" customer
– to get the capable KAM, Training modul were created to support this approach using the new concept KAM training model
- Sales targets were set based upon what the company wanted to sell or last year plus 10%
- The customer divided 2 categories of customers : Private Hospital and Government hospital.

2 The KAM  aimed to create a ‘USP’ or Unique Selling Proposition / Value Proposition’
Successful companies and sales people in the pharmaceutical industry going forward will understand the value in identifying the accounts that will generate the greatest return on their investment and will be able to develop and maintain commercial business relationships that generate mutual trust and value for all parties, including patients.
The mindset change that is necessary when moving from Traditional approach to Selling to Key Account Management.
Traditional selling takes the point of the interaction between the organizations being that of the sales rep directly to the healthcare professional.
We can differentiate ourselves with key customers and maximize our key customer relationships by moving from “old models” to "diamond models" of customer relationship.
In this relationship model, the account manager interacts with all the departments in the hospital like in government hospital ; Pokja Farmasi, ULP, PPK , warehouse and finance, using all of the company resources that are available to them.
One of important task who KAM must expert is to ensure all payment or collection of BPJS can get well done.
KAM can identification BPJS flow cart, from the hospital procedure until to process in BPJS

3 The KAM relationship models
This type of relationship involves the hospital much more closely with the company. It does not stand on the relationship between perhaps only two individuals..
an approach that seeks to build longstanding relationships between the account manager and those customers that are most important to their and the organizations long-term success.
KAM must know pattern of purchasing, payment , tender and schedule of create a PO (purchase order) and especially close relationship with each person in charge in the hospitals.

4. Key Account Management requires very different skills and strategic thinking.
- It moves away from the old approach of detailing individuals, to a multi-faceted approach that takes into account all customers (Pharmaciest, ware house, finance and administration) , rather than just clinicians, and also has a broader more business-focused view.
- The Habits Successful Key Account Managers:
Habit 1: Select
Habit 2: Engage
Habit 3: Initiative
Habit 4: Solve the problem
Habit 5: Solution oriented
The habits suggest it has new importance discipline and structure. It is seen as strategically important to organizational success.
It is an essential response to competitive pressures within KAM and most important of all to changes in how large customers buy. It is essential to Keep pace with the sourcing procurement and supply chain strategies of its customers.
The habits are a portrait of the most successful characteristics and behaviors of KAM set  increased pressure on prices, centralization of buying decisionswithin large global organizations and other trends such as the consolidation of suppliers.

5. Measures to ensure the right progress is being done
- The competitive advantage and value creating model must be clearly defined as must the KAM processes, systems tools and skills
- Balance score card for KAM to evaluate all the performance

Donni Noviandi Rafdi
"Key Account Manager " for 3 years in pharmaceutical company

Indonesia Pharma market perspective 2017

donovan

 Indonesia Pharma Market Perspective 2017

Indonesia is belived to be pharma next hot economy, The Indonesia pharma market is valuaded at +/- Rp 80 Trilyun in 2015, the sector recorder 85% growth from 2010 to 2015 with domestic companies holding 70% of the market share compare to the 30% owned by multinationals.

1.Nasional Health Insurances , 

a.BPJS or JKN
BPJS will be covered by JKN. As a result, manufacturers will have to contend with significant price as they seek to supply quantities of pharmaceutical for public procurement.

In 2017;
- LKPP or LPSE will added many new numeric  of drug to entrance “ecatalog” categories
- Prediction of sales growth (2016 vs 2015) JKN drugs year is 15.7%
- Progress hospitals member JKN next year, not only government hospitals but almost private hospital (92 private hospitals) in around Jakarta (Jabotabek) will joint with BPJS programs.
BPJS will provide many item drug to hospital members (Government and private hospitals.
b. Inhealth insurance (premium medical care)
Currently, inhealth is a major player within the managed care segment of health insurance. On 2016, Inhealth business has 49 service offices throughout Indonesia. More than 4000 health care provides including hospital, pharmacies and phisicians.
Inhealth also experience growth with more than 1 million participant and more than 15 pharmaceutical manufactures joint this system and total sales in Inhealth channel estimated around Rp 74 billion in 2016
In 2017 :
- SIMO (inhealth web system) will install to many new hospital and dispensary , estimated to get 200 new members
- Inhealth product will be increased significant ; not only sales grow but also added to numeric of drug will joint with SIMO

2.Health expenditure per capita in Indonesia
The limits in the pharmaceutical industry are even higher ; 85% and given the estimation that 20% of total health expenditure will be allocated to pharmacy products.
Indonesia’s GDP growth slowed further to 4.7% year on year . in Q2 2016 Indonesia’s real GDP is excpected to 5.8% from GDP
Indonesia’s inflation rate increased by 4.2% year on year, 2016

3.The Diseases.
Several diseases is big opportunity to extend of pharmaceutical business in Indonesia :
a. Chronic diseases due to effect of life styles are more prevalent   like  : Obesity, type 2 diabetes , and cancer
b.Cardio vaskuler diseases are dominant , concern in Indonesia because of tobacco, hypertension will have greatest number of deaths among all Indonesia city.
c.Communicable diseases like TB/HIV are still highly prevalent in Indonesia.
d.The major therapeutic categories were : antibacterial drugs , analgesics, antitussives, vitamin and mineral, vaccines and anti tuberculosis drugs.

4. War competition for Principals of pharmaceutical
- Rethinking to register almost your drugs in LKPP for BPJS/JKN, It is important to joint BPJS products
-  to add of channel to push order, Sub distributor or retailer.
Manufacturers of pharmaceutical uses two basic promotional approach  : push and pull strategies.
It is important to appropriately adjust a strategy to a specific drug, discount not away profitable. The main obstacles to cooperative with sub distributor are their poor financial condition and small warehouse.
- The principals of pharmaceutical ability to maintain good relationships with its business network (including with distributors and retailers/ sub distributor) as well as terms and condition of the cooperation are further assessed in rating determination.
- Ability to keep consistent marketing strategy to build brand loyalty.
- Well managed discount to customers
- Budget of promotion is not large, be policy to support customer

5.High competition in distributor of pharmaceutical to capture a new principal and new business.
They will give excellent service to principal and customer with less operation.
Distributor use new web application (sales, finance and logistic) to reduce cost,
In this changing business environment, customers and manufacturers are beginning to ask, How do distributors add value?
The answer, of course, is that distributors add value in many ways. Distributors offer a wide variety of value-added services before, during and after the sales (delivery and return good policy)

a.Distribution Business Processes Strategies for distributors "performance-based approach" to four categories :
*. Serving demand ( need of customers and principals)
*. Maximizing sales and collection performance
*. Optimizing supply chain and inventory efficiency
*. Operational efficiency.
b.Technologies expected to help grow the business. Distributors are taking innovative approaches, focusing on better service demand with improved forecasts or conducting more business via the web.
c. Distributor with Unique Value Proposition can be engaged with principals ;
Distributor can be provider of end to end solution for each principals to give them satisfaction, provide all needed like : daily sales report , integration data between salesman dan medical representative , automatic replacement of stock etc

6.Many Apotik / dispensary will collapse effect from JKN price,
Apotik/dispensary must change strategy to struggle with competitive condition because effect of JKN drugs , the price has been cheap. In 2016, it’s sales decreased until 50%.
The strategy will create to win of war competition are :
- Corporation with principal of pharmaceutical to serve doctor
- good relationship with patient
- get minimum profit from price
- reduce operation expense

7.Growing institution channel in pharmaceutical business
Channel of institution will developed in 2017 ;  Puskesmas (community health centre) , RSUK (RS Umum Kecamatan) , Dinas kesehatan office and Kemenkes (kementrian kesehatan).
Puskesmas efforts is very important particularly to support of JKN , Puskesmas is responsible for implementing comprehensive , integrated and sustainable health care at primary level.
Total puskesmas in 2016 is 9,655
a. a new pattern to serve institution business , there are many systems:
- e-catalog
- e-monev
b. new role to handle of Government hospital
- New role to contract of price for regularly patient in hospitals (not BPJS patient)
- e-tendering through “web LPSE”
- New payment flow chart and new administration process to handling institutional / government hospital , like : BA (Berita Acara), payment process and SPK (Surat Perintah Kerja)

8.The Role of “Indonesia Medicine regulatory authority “ (BPOM) will be strictly
- BPOM welcome investment are important in ensuring that supply meet demand, this situation will result in more acquaintance and innovation partnering models.
- The local companies are GMP certified
- Indonesia Medicine Regulatory Authority (BPOM) strictly to control all activity, distribute and procedure of pharmaceutical industry.
- BPOM’s regulation are update : compulsory licences, patent annuity fees , generic resources and traditional knowledge etc

9.Distributor must care about BPJS collection 

BPJS payment to hospital is not good and give a bad condition for distributor of pharmaceutical. Many hospitals paid their transaction to distributor is very long time (overdue).
Advice for BPJS In 2017 :
- BPJS office make a web of payment transaction to all member hospital, “e -payment” .
Function is easily to tracking all invoice or transaction from hospitals and distributor. This web can give many information to hospital and distributor ; administration process , when BPJS will paid od invoice from hospital , Budget of payment , obstacles of invoice etc
- Distributor make closely relationship  with BPJS branch not only BPJS head offices

Conclusions
1.The Indonesia’s pharmaceutical industry is positive because the enormous growth potential of the local market regulatory and despite facing competition.
2.Important to manufacturer / principals and distributor of pharmaceutical to create strategy to face business competition  in 2017
Manufacturer should follow several points to define their approach to this complex, the precepts call for pharmaceutical companies to do the following :
a.Key partners: the network of distributor and sub distributor/retailers that makes the business model work
b.Value proposition: the bundle of products and services that create value for a specific customer segment
c.Customer relationships: the types of relationships a company establishes with specific customer segments
d.Channels: the way a company communicates with and reaches its customer segments to deliver a value proposition
e..Customer segments: the different groups of people or organizations an enterprise aims to reach and serve
f.Cost structure: all costs, such as marketing and promotion, distribution and payments,
g.Define a talent strategy. Develop a clear plan to secure key leadership and managerial talent, blending local and global experience. Build a sustainable approach to address a tight talent pipeline and mitigate staff turnover at levels.
Despite the above challenges , Indonesia still provides a significant opportunity for Pharmaceutical companies , The country has a comparatively high growth rate, large market, urbanizing , population and strong demographies.
I am optimistic, and you…

Thanks ,


Donni Noviandi Rafdi
NIDN : 0325117404 , Dosen Pemasaran

Kamis, 18 September 2014

Saatnya distributor berevolusi

 Distributor  menghadapi banyak tantangan ke depan. Perusahaan akan bertarung dengan efisiensi dan efektivitas.
Model bisnis dari perusahaan distribusi relatif sederhana. Mereka harus efisien dana dan efektif. Efisiensi untuk menekan biaya dan efektivitas untuk mendongkrak penjualan. Distributor atau agen harus efisien. Maklum, margin yang mereka peroleh hanya sebesar 4-8%. Artinya, peluang untuk mengubah produk yang mereka beli relatif tidak ada. Jadi, mereka akan menikmati margin yang tidak besar. Jasa mereka bisa dianggap seperti komoditi.
Kalau jasa mereka dianggap komoditi dan tidak memberikan nilai tambah, maka pihak produsen atau principal akan berupaya terus untuk mengurangi keuntungan mereka. Di sisi lain, biaya yang harus mereka keluarkan dari tahun ke tahun, akan bertambah. Gaji karyawan akan naik. Biaya transportasi akan naik. Biaya listrik dan operasional lainnya akan naik. Biaya promosi akan naik pula. Bila kenaikan biaya ini kemudian tidak diimbangi dengan besarnya margin kotor, laba perusahaan distribusi akan tergerus.
Perusahaan distribusi juga harus memerhatikan efektivitas. Mereka perlu mencari prospek yang tepat. Selain itu, semua saluran distribusi dan komunikasi yang dipilih harus efektif.
Efektivitas inilah yang kemudian akan menghasilkan penjualan yang lebih baik. Jadi, walau persentase margin kotor perusahaan distribusi tetap, tetapi nilai absolutnya bisa ditingkatkan dengan menaikkan tingkat penjualan yang melebihi kenaikan biaya distribusi.
Jadi, kata para distributor, model bisnis dari perusahaan distribusi sederhana! Ibaratnya, mereka seperti pedagang saja yang hanya memberikan nilai tambah dalam menjual. Tidak ada produk yang diolah dan tidak ada pelayanan bernilai tinggi yang mereka berikan kepada pelanggan.
Evolusi dan Revolusi Perubahan
Justru inilah inti permasalahan dari pelaku bisnis distribusi. Perubahan makro, teknologi, industri, persaingan, dan pelanggan sudah semakin besar. Seharusnya, distributor mesti mulai melakukan perubahan strategi dan desain perusahaan distribusi mereka.
membatasi perubahan dari tiga aspek saja, yaitu perubahan pelanggan, produk, dan proses penjualan.
Pertama, pelanggan sudah mengalami perubahan. Pelanggan dari distributor adalah para outlet yang bisa terdiri dari modern (rumah sakit, apotik group dan subdist)  atau tradisional.
Pelanggan-pelanggan ini mengalami konsolidasi dan diversifikasi. pelanggan modern semakin besar. Mereka semakin memiliki kekuatan untuk menekan distributor. Mereka membutuhkan solusi distribusi. Pengiriman yang cepat, harga yang murah, dan stok yang just in time.
Diversifikasi juga semakin luas. Jenis-jenis outlet semakin beragam. Akibatnya, pelanggan ini harus disegmentasi lebih tajam. Bila demikian, salesman juga harus dibedakan untuk melayani segmen pelanggan yang berbeda. Sebagian sales force harus di upgrade atau diganti dengan account manager dan sebagian menjadi segmen specialist.
Ada pelanggan yang sangat besar order size-nya dan ada ratusan ribu outlet yang nilai pengembaliannya relatif kecil.
Perubahan kedua adalah dalam hal produk. Produk semakin banyak, bervariasi, dan semakin inovatif. Distributor semakin banyak memiliki principal atau dari principal yang sama, memiliki produk yang semakin banyak. Salesman sudah mulai merasa bandwidth-nya terlewati. Sangat sulit bagi mereka untuk menguasai pengetahuan produk dengan baik. Juga,
produk yang semakin banyak membuat salesman tidak mampu membawa semua produk. Mereka hanya akan fokus kepada fast moving obat dan kurang memerhatikan produk baru.
Di industri farmasi, fragmentasi produk ini menjadi problem yang besar, produk-produk farmasi cenderung lebih kompleks.
Dimensi ketiga adalah proses atau aktivitas dalam penjualan. Kompleksitas dari proses penjualan termasuk yang paling cepat. Perusahaan-perusahaan distribusi yang sudah siap bertransformasi, biasanya melakukan perubahan dalam hal ini. Mereka mengubah peran salesman.
Sebagian tugas salesman hanya melakukan pengambilan order. Dengan cara ini, perusahaan menjadi efisien. Untuk pekerjaan mencari prospek, bisa diserahkan ke tim yang lain. Demikian pula pekerjaan administrasi dan penanganan keluhan pelanggan, juga ditangani oleh divisi khusus.
Bagaimana perusahaan distribusi merespons perubahan ini? Prinsip yang dipegang tetap sama. Harus efisien dan efektif. Supaya efisien, salesman dibuat generalist saja. Mereka membawa semua produk, melayani semua pelanggan, tetapi areanya terbatas. Jadi, biaya transportasi menjadi lebih kecil.



Distributor dituntut untuk terus berinovasi menambah value agar posisinya semakin aman. Distributor yang hanya fokus kepada selling akan menjadi barisan pertama yang akan tergilas di masa mendatang.
Perubahan radikal pertama adalah mengubah channel. Salesman, dengan berat hati, harus dirombak peran dan mungkin juga jumlahnya.
Perubahan radikal kedua, yang masih berhubungan dengan pertama adalah teknologi internet. Efisiensi yang ditawarkan sungguh luar biasa, bisa hanya sekitar 2% hingga 10% saja. Pada titik tertentu, saat e-channel semakin besar, maka distributor hanya perlu gudang-gudang sebagai titik dan logistik untuk distribusi.
Perubahan radikal ketiga adalah masalah yang berhubungan dengan service delivery, membangun relationship dan membangun merek. Distributor yang aman posisinya adalah distributor yang mengambil peran dari pihak produsen. Mereka ikut membangun merek. Mereka juga memiliki nilai tambah melalui pelayanan delivery. Mereka juga harus terlibat dalam proses membangun relationship dengan para pelanggannya.
Distributor yang sanggup memerankan peran ini berada di posisi aman.
Di masa mendatang, sebagian distributor kemudian mengubah bisnis modelnya lebih radikal. Mereka kemudian masuk ke bisnis ritel. Ini perubahan radikal yang keempat.
Sebagian perusahaan sudah melakukan perubahan bisnis model ini dan sukses. Ini akan menjadi dorongan buat distributor lain untuk melakukan langkah serupa. Konflik dengan pelanggan mereka yang juga ritel akan menjadi pertimbangan yang tidak mudah

Jumat, 12 September 2014

Selamat datang MEA 2015





 Kita tau industri farmasi merupakan industri yang unik dan menarik karena diatur secara ketat, baik secara Nasional maupun Internasional (seperti registrasi obat, cara produksi obat yang baik/CPOB, distribusi dan perdagangan produk yang dihasilkan).


Selain itu Industri Farmasi adalah industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi, karena usia hidup obat relatif singkat ( lebih kurang 25 tahun) dan sesudah itu akan ditemukan obat generasi baru yang lebih baik, lebih aman dan lebih efektif (fenomena merger beberapa perusahaan farmasi raksasa dunia , seperti Glaxo SmithKline -Becheem, Aventis, Novartis Biochemie, Roche-Bayer, dll).


pada tahun 2015 besok akan dimulai perdagangan bebas asean (MEA) yang artinya penyetaraan perdagangan di lingkungan asean, tenaga kerja pun di setarakan antar negara-negara asean. Artinya peluang tenaga kerja dari negara-negara asean bebas keluar masuk Indonesia, begitu sebaliknya, para tenaga kerja Indonesia juga dapat bekerja bebas di negara-negara asean.

Dan lebih lagi Indonesia menempati peringkat 1 dalam jumlah penduduk terbanyak di Asean, artinya negara lain melirik Indonesia sebagai pasar yang sangat potensial. Pertanyaan yang mendasar, apakah kita sudah mampu & capable untuk bersaing dengan sarjana-sarjana dari negara asean?

Lalu hubungannya MEA dengan industri farmasi adalah meningkatnya ekspansi produk-produk obat dan Ancaman Produk Impor pada Pasar Domestik.

Disini Lanskap Persaingan Industri Farmasi Berubah dengan Dinamika yang Tinggi . Dengan adanya MEA di tahun 2015, maka sejatinya berlaku prinsip ‘Semua harus Sama’ antar negara di Asean. Untuk urusan obat sendiri sudah ada regulasinya menurut PPWG (Pharmaceutical Product Working Group). Jadi melalui PPWG inilah semua standar2 tentang obat di sepakati. Beberapa yang telah dibahas dalam PPWG adalah ACTR/ACTD (standar dan persyaratan registrasi obat), ASEAN Guidelines (Stability; validasi proses/MA ; BA/BE), MRA on GMP Inspection, MRA on BE Study Report Format (tahap awal), PMAs (Post Market Alert System).

 Dengan adanya hal tersebut, setiap industri farmasi mulai melakukan penyesuaian dan peningkatan kualitas di setiap divisinya. Divisi apa saja yang dapat dimasuki Apoteker di industri farmasi?
1. Produksi -> bertanggungjawab atas terselenggaranya pembuatan obat agar obat tersebut memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan dan dibuat dengan memperhatikan pelaksanaan CPOB, dalam batas waktu dan biaya produksi yang ditetapkan.

2. QC (kontrol kualitas) -> adalah aktivitas yang menentukan accepatablility or unaccepatability suatu produk dan ditentukan dengan membandingkan produk terhadap spesifikasi awal yang ditentukan sebelum produk tersebut di buat. Divisi ini bertanggung jawab terhadap penggunaan metode uji untuk menganalisis suatu produk.

3. QA (kontrol mutu) -> merupakan aktivitas yang akan menentukan bagaimana tugas Quality Control akan dilakukan, kemudian melakukan verifikasi bahwa tugas tersebut telah dilakukan dengan tepat.

4. Reggulatory affair (RA) -> tanggung-jawab utama RA adalah persiapan dan presentasi pendaftaran dokumen untuk lembaga regulator (pemerintah) untuk mendapatkan dan mempertahankan izin produk-produk yang bersangkutan. RA perlu untuk melacak perubahan undang-undang di suatu negara sehingga perusahaan dapat memasarkan produk mereka sesuai dengan Undang2 yang berlaku.

5. Business development -> bertanggung jawab dalam pengembangan bisnis produk

6. marketing -> bertanggung jawab dalam keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait dengan penjualan dan pemberian layanan kepada konsumen

7. Riset n development (R n D) -> Bertanggung jawab dalam pengembangan produk baru sesuai dengan permintaan marketing, efisiensi biaya produksi, memperbaiki formula obat, dan pengembangan sarana penunjang yang dibutuhkan untuk kelancaran produksi.

8. PPIC (Production Planning Inventory Control) ->bertugas merencanakan jadwal produksi dan menjamin produksi berjalan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan.

9. Warehouse and Distribution -> bertugas merencanakan, memonitor, mengevaluasi, serta mengkoordinir kegiatan pemenuhan ketetapan CPOB di gudang dan mengkoordinir penerimaan pesanan dari distributor serta pengirimannya ke distributor

10. Quality Assurance Service -> bertanggung jawab dalam menangani complaint, product recall, return product, Annual product review (APR) dan penyimpangan/deviasi.

siap tidak siap industry farmasi harus menyongsong MEA 2015 dengan terobosan

Kamis, 11 September 2014

era nya E purchasing obat

Procurement atau pengadaan merupakan aktifitas rutin yang dilakukan setiap instansi, termasuk swasta. Secara umum, pengadaan pemerintah dan swasta dapat dikelompokkan menjadi:
  1. Tender
  2. Penunjukan langsung
  3. Pembelian langsung (purchasing)
SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) hanya mengadopsi pengadaan secara tender umum, karena ini yang lazim digunakan di pemerintahan. Sebenarnya, sebagian pengadaan barang/jasa baik swasta maupun pemerintah, lebih efisien dan cepat jika menggunakan metode purchasing atau pembelian langsung. Metode ini sesuai untuk pengadaan barang yang memiliki spesifikasi yang jelas, misalnya
  • kendaraan bermotor
  • obat-obatan
  • peralatan perkantoran
  • jasa ekspedisi
Pengadaan melalui pembelian langsung pasti memerlukan waktu lebih cepat namun ada potensi besar untuk tidak terjadi persaingan yang sehat.

Pembelian secara elektronik (e-purchasing) membawa manfaat besar dalam hal mempercepat proses pengadaan dan memberikan harga lebih efisien. Untuk membangun sistem e-purchasing diperlukan adanya:
  1. Electronic Catalog. Untuk katalog memerlukan standarisasi barang/jasa. Penyelenggara E-catalog dapat mengacu ke standar yang sudah ada.
  2. Institusi penyelenggara e-purchasing.
  3. Regulasi yang menaungi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Regulasi ini mencakup juga kontrak payung (framework contract) antara pembeli dan penjual. Di pemerintahan, pembeli adalah instansi-instansi pemerintah pusat maupun daerah. Framework contract dapat dilakukan antara supplier dengan salah satu instansi pusat untuk mewakili seluruh pembeli atau pengguna jasa.
  4. Database yang besar dan selalu terbaru (uptodate) tentang barang/jasa. Database ini sebaiknya terintegrasi dengan sistem di penyedia barang/jasa sehingga dapat diketahui stok dari barang yang dicantumkan di dalam sistem.

E-Purchasing di Instansi Pemerintah

E-purchasing dapat dilakukan di instansi pemerintah melalui regulasi.

Di dalam draf Perpres Pengadaan Barang/Jasa pengganti Keppres 80 tahun 2003,  adanya e-purchasing. Untuk mewujudkannya masih memerlukan beberapa langkah lagi seperti dibahas sebelumnya. Implementasi dapat dilakukan secara bertahap dan memerlukan strategi karena ada efek samping yang cukup besar, salah satunya yaitu terpotongnya jalur distribusi.

Sebelum ada regulasi dan standarisasi maka e-purchasing tidak dapat diterapkan.

Senin, 08 September 2014

Industri farmasi era BPJS


Melihat pertumbuhan yang baik di sektor farmasi belakangan ini merupakan prestasi yang patut disyukuri. Sebagian besar perusahaan farmasi menikmati iklim perekonomian yang cukup kondusif. Pasar tumbuh semakin baik dengan meningkatnya daya beli masyarakat secara umum.
Bahkan  dalam tiga bulan terakhir pasar farmasi domestik tumbuh mencapai 14-15%.

melihat melalui bingkai yang besar dan memandang situasi dan perkembangan di sektor kesehatan, dalam kepentingan banyak pihak, baik dari sisi legislatif, eksekutif dan yudikatif.

melihat upaya-upaya pemerintah dalam setiap departemen, hubungan antar departemen, melihat bagaimana hubungan pusat dengan daerah, dan mengkaitkannya dengan sektor kesehatan dan farmasi, meskipun sebagian besar dalam bingkai besar (makro).

Ini yang akhirnya membuat lebih kompleks bagaimana memandang dan menyikapi perkembangan situasi di sektor kesehatan khususnya farmasi.

bisa melihat bagaimana upaya pemerintah memperjuangkan kepentingan masyarakat. Salah satu contoh JKN atau BPJS .

ini adalah pandangan pemerintah di area legislatif dalam memperjuangkan kemakmuran masyarakat, dalam kajian-kajian dan analisa makro ekonomi untuk menyeimbangkan anggaran belanja pemerintah. Sekarang ini di Indonesia sedang muncul kebangkitan nasional. Kalau beberapa tahun lalu banyak perusahaan dalam negeri diambil alih oleh perusahaan perusahaan asing, sekarang ada tren perusahaan lokal mengambil alih kembali.

Dalam konteks kebangkitan nasional ini juga kita bisa melihat saat Komisi IV menolak keras keinginan Kementerian Kesehatan, membuka kepemilikan saham asing hingga 100% terhadap perusahaan farmasi lokal. Dari sini kita juga melihat perkembangan bahwa setiap rencana kebijakan pemerintah akan selalu dikonsultasikan dengan wakil rakyat.
 
harga produk obat di Indonesia tidak mahal. Dengan demikian sebenarnya saya melihat dari beberapa sudut pandang, di sisi lain harus memperjuangkan kepentingan komunitas usaha farmasi, tapi saya juga harus melihat secara makro bahkan secara pribadi merasa bahwa biaya kesehatan makin lama makin mahal. Dari sudut kepentingan inilah, saat ini keberpihakan pemerintah kepada masyarakat kecil semakin menguat.

Ini kenyataan yang dihadapi oleh Indonesia, dan akan mewarnai perkembangan kebijakan pemerintah di sektor farmasi  tahun 2014, yang perlu menjadi perhatian utama kita. Karena sebagian besar merupakan tantangan yang akan dihadapi industri farmasi dalam waktu dekat.

Yang menjadi perhatian khusus adalah perkembang-an regulasi sektor industri farmasi sekarang. Karena cepat atau lambat, suka atau tidak suka kebijakan tentang pelaksanaan GMP yang tidak dapat ditunda lagi, meskipun terjadi tarik menarik dari berbagai kelompok, industri yang besar setuju, sementara industri yang menengah kecil merasa berat.

Sehingga seringkali industri farmasi yang kecil-kecil seperti di Bandung, Semarang, Surabaya ini merasa GP Farmasi Pusat ini, terutama Komite Bidang Industri hanya memihak pada kepentingan sendiri.

Selain GMP, kedepan kita dihadapkan dengan agenda dari BPOM yakni PIC/S (The Pharmaceutical Inspection Convention and Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme).

 Benar dikatakan bahwa regulasi PIC/S itu terkait dengan kepentingan BPOM. Jadi yang diperiksa adalah kualitas dan kompetensi dari inspektor yakni BPOM. Sebagai inspektor harus memenuhi syarat untuk memeriksa pabrik. Bukan pada sumber daya manusianya tetapi pada hasil pemeriksaan pada industrinya, yang pada akhirnya berdampak pada industri.

Pada awalnya BPOM akan mengajukan beberapa industri untuk diperiksa. tentu akan dipilih pabrik yanng telah memenuhi syarat GMP. Tetapi pada periode berikutnya, tim inspeksi PIC/S akan melakukan pemeriksaan secara random. Jika saat itu ditemukan sejumlah industri tidak memenuhi syarat maka status dari PIC/S itu akan gugur. Jadi kepentingan BPOM mendorong industri farmasi di semua level, mutlak mematuhi persyaratan GMP itu.

Tantangan lain bagi industri farmasi Indonesia adalah BPJS / kebijakan asuransi kesehatan nasional yang akan meng-cover seluruh masyarakat Indonesia. asuransi Sudah  berlaku per 2014 maka kita akan memasuki era yang disebut 'low price low profit', artinya penetapan harga obat itu akan menggunakan cara yang sangat sederhana. Dan yang pasti itu akan membatasi margin keuntungan. Ambil contoh, kalau kita mengikutsertakan obat kita pada BPJS itu, misalnya dengan memotong sebesar 60%, kira-kira sebesar itu harga jual obatnya dalam daftar obat BPJS. Konsekuensinya adalah, kita harus melipat gandakan penjualan agar bisa mengejar harga.

.
Masalahnya adalah bahwa pada awal berjalannya BPJS itu daftar harga itu sudah berlaku. Tetapi penjualan obat sesuai penulisan resep akan mengikuti perkembangan jangkauan dari layanan BPJS itu sendiri yang tentu membutuhkan tahapan dan waktu yang tidak singkat.

Selisih periode waktu ini bisa menjadi sangat rawan. Sementara harga sudah turun, tetapi volume penjualan tidak beranjak naik, bahkan tidak tumbuh sama sekali. Kalau perkembangan coverage layanan BPJS itu memakan waktu terlalu lama, bisa dipastikan industri tidak akan mampu bertahan, dan colapse.

Jadi itu sebagian dari tantangan di sektor industri dalam waktu dekat, yang perlu diwaspadai.
Kalau kita melihat peluang, tentu saat ini lebih baik, karena kebutuhan makin besar, jumlah penduduk makin besar, ekonomi tumbuh semakin baik. Dua tiga bulan terakhir 2013 ini omset farmasi ini luar biasa. Pasar farmasi domestik tumbuh 14-15%, sementara ekonomi tumbuh 5,5% setiap tahunnya.