Kamis, 28 Agustus 2014

Carut marut promosi farmasi

 
promosi tidak etis yang dilakukan industri farmasi di Indonesia, kini sudah menjadi beban bagi industri farmasi itu sendiri. Hal ini diibaratkan sebagai orang naik macan,”kalau sudah naik macan, susah turunnya, karena begitu turun habislah dia dimakan. Nah sekarang tinggal keberanian turun dari macan”.

Sebetulnya apa yang mendasari terjadinya kondisi yang sudah sangat kronis dan kelewat batas tersebut. Beberapa hal yang mendasari terjadinya masalah tersebut antara lain;
 
1. Perubahan sistem pasar yang dahulu di akhir dekade 1970-an hingga awal 1980-an didominasi oleh industri farmasi yang jumlahnya belum sebanyak sekarang (seller market), menjadi buyer market dimana jumlah farmasi sekarang lebih dari 200 perusahaan, dengan banyak produk sejenis (me too) yang beredar.
 
2. Ancaman era pasar bebas, dimana perusahaan famasi nasional PMDN berusaha untuk mendaftarkan dan memasarkan produk me too nya sebanyak-banyaknya, agar segera mendapatkan return on investment yang cepat. Sehingga kecenderungan untuk melakukan kolusi pemasaran dan unethical promotion adalah merupakan jalan pintas yang dapat memberikan hasil dalam waktu singkat, tanpa harus repot membangun market dan demand creation sebagaimana umumnya dilakukan oleh para marketer. Sedangkan bagi PMA yang semakin kewalahan dengan tidak adanya jaminan patent produk di Indonesia, mau tidak mau harus mengikuti pola pemasaran dan distribusi PMDN yang cenderung menggunakan cara yang tidak etis dalam berhubungan dengan pihak medis (dalam hal ini adalah dokter, rumah sakit, instansi kesehatan dll).
 
3. Perilaku dokter yang masih kental mengikuti kelompok referensi (reference group) sebagai panutan. Kelompok referensi bisa berpengaruh langsung maupun tidak langsung. Selain keberadaan kelompok referensi ini juga perlu diperhatikan adanya nara sumber (opinion leader), sehingga sering terlihat bila sang guru menggunakan dan menganjurkan merek obat tertentu untuk diresepkan, maka akan jarang terjadi seorang dokter yang masih muda berani menuliskan merek obat lain yang tidak mendapat referensi, kalau tidak ingin mendapat kesulitan dari gurunya.
 
4. Sistem pembinaan dan pengawasan kepada anggotanya, dari pihak BPOM / DEPKES dan GP Farmasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga setiap pelanggaran kode etik pemasaran farmasi etikal yang sudah disepakati dan ditandatangani, tidak ada yang peduli dan tidak ada sanksi yang jelas.
 
5. Memorandum kesepahaman 1998 (MOU) antara GP Farmasi dan PB IDI untuk sosialisasi masalah kode etik pemasaran farmasi etikal nasional, terhadap anggota IDI tidak mendapat respon. Selain itu juga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) kurang tegas dalam mengingatkan dan mentertibkan dokter yang mentoleransi kondisi yang kronis ini, dan juga aspek solidaritas sesama dokter yang dikukuhkan sebagai saudara kandung sejak jaman Hippocrates membuat langkah MKEK jadi sulit (conflict of interest).
 
6. Rendahnya tingkat pendidikan dan pemahaman akan medikasi suatu penyakit oleh pasien di Indonesia, sehingga membuat mereka tidak punya daya (low bargaining power) dalam menebus / membayar resep yang diberikan oleh dokter, yang terkadang sangat tidak rasional. Bahkan ada kecenderungan obat – obat yang bukan diindikasikan untuk penyakit tersebut tetaplah diberikan, karena dokter yang bersangkutan sudah terikat kontrak dan mengejar target untuk menuliskan resep suatu produk obat tertentu sejumlah sekian ribu tablet dalam satu bulan.
 
7. Selain itu kondisi belum diberlakukannya sistem pembatasan harga jual obat di Indonesia serta sistem manajemen kesehatan yang belum tertata dengan baik di Indonesia, juga membuat kondisi tersebut semakin berlarut-larut dan tidak terkontrol. Di negara maju fungsi kontrol dari asuransi kesehatan sangatlah berperan dalam mengontrol pola peresepan obat yang tidak rasional dan merugikan pasien, sehingga membuat dokter harus berhati-hati dalam menuliskan resep.

Melihat kondisi yang sudah sangat kelewat batas, maka timbul rasa keprihatinan yang mendalam terhadap para pasien yang tidak mampu membayar harga obat yang semakin mahal. Hal ini sebagai konsekuensi dari besarnya dana promosi yang digunakan untuk mengontrak dokter dan memenangkan persaingan di kondisi persaingan yang tidak sehat ini, dibebankan ke harga jual produk obat yang pada akhirnya si pasienlah yang harus menanggung semua biaya dan resiko.

Keprihatinan lain yang timbul selain semakin meningkatnya harga obat dan daya beli pasien yang semakin menurun karena krisis ekonomi di Indonesia yang tak kunjung usai, yaitu rasionalitas peresepan yang berdampak pada risiko kesehatan yang sangat mahal, dan bahkan terkadang terjadi malpraktek (praktek kedokteran yang dibawah standar etik dan profesi) yang juga pada akhirnya selalu menempatkan pasien pada posisi yang kalah.

Kemudian yang menjadi pemikiran selanjutnya adalah apa solusi dan langkah kongkrit selanjutnya yang bisa dilakukan untuk memperbaiki dan “menyembuhkan” kondisi “industrio-medical complex” ini. Beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan antara lain:
1. Keberanian pihak pemerintah dalam hal ini BPOM untuk melakukan penertiban dengan menerapkan kode etik pemasaran obat-obatan etikal. Bahkan dengan risiko harus menghadapi ancaman boikot dari para pelaku industri farmasi, yang rata-rata menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
 
2. Keseriusan IDI untuk menertibkan anggota-anggotanya untuk menyudahi segala kolusi dan ikatan kontrak serta tidak mentolerir bujukan dan rayuan dari farmasi untuk meresepkan obat tertentu.
 
3. Pembatasan harga jual obat oleh pemerintah dengan sanksi pencabutan lisensi / registrasi obat bila melanggar, sehingga biaya promosi bisa ditekan dan pasien tidak dibebani dengan harga obat yang mahal.
 
4. Perbaikan kurikulum pendidikan preskripsi profesi kesehatan, terutama dengan tambahan muatan materi tentang etika.
 
5. Sertifikasi tenaga penjual lapangan (detailman) untuk menyeragamkan misi promosi dan membekali dengan pengetahuan medis yang memadai dan bukannya mahir dalam negosiasi untuk mengontrak dokter semata.
 
6. Mendorong tumbuhnya asuransi kesehatan mandiri (independence) yang bebas KKN, dan mempunyai peranan sebagai fungsi kontrol baik kepada dokter maupun pasien.
 
7. Perlunya kampanye publik yang berisi edukasi kepada awam untuk penatalaksanaan penyakit secara sederhana / swaedukasi.

Dan tentunya masih banyak upaya lain yang bisa dilakukan, namun semua itu kembali kepada sikap mental para pelakunya sendiri, baik dari dokter maupun industri farmasi. Sebab segala niat baik dan upaya perbaikan itu tidak akan berarti bila tidak didukung oleh kerjasama semua pihak yang terkait; Pemerintah dan Instansi Kesehatan, IDI, GP Farmasi, Asuransi kesehatan, Sistem Kesehatan dan Pasien

sukses launching obat baru




Launching Produk Obat Baru: Apa yang perlu diperhatikan?
Tantangan terbesar seorang product manager untuk obat ethical  adalah bilamana dia berhasil melahirkan suatu produk baru. Ibarat seorang ibu yang sedang dalam proses melahirkan seorang bayi, maka peranan seorang produk manager mulai saat produk baru tersebut diregistrasikan dan siap produksi sampai dengan terjadinya resep ulang dari para dokter.

sekarang pertanyaannya adalah bagaimana mempersiapkan, melakukan launching dan analisa pasca launch yang harus dilakukan.

Beberapa tahapan langkah yang dilakukan antara lain:
1. Pre marketing launching activity
2. Launching plan
3. Launching activities
4. Post launching evaluation

Sekarang kita coba cermati satu persatu tahapan tersebut.

Pre marketing
Merupakan rangkaian aktifitas yang dilakukan untuk meningkatkan awareness produk baru, bahkan bila perlu dilakukan edukasi market terlebih dahulu, tertutama untuk para opinion leader (guru besar, kep.bagian di rumah sakit)
Program Edukasi bisa dilakukan berupa RTD (ROUND TABLE DISCUSSION)/mini simposium untuk para opinion leader dlm jumlah terbatas.
clinical trial fase 4 study, mengirimkan beberapa speaker/opinion leader ke acara ilmiah yang topiknya mendukung ke obat baru tsb, atau mendatangkan pembicara ahli tentang obat baru tsb dari luar negeri untuk sharing information dengan para opinion leader.
Program edukasi ini dilakukan dengan cara pyramidal approach, yang artinya level puncak pyramid yaitu para OPINION LEADER DOCTOR'S dulu,
kemudian level tengah pyramid, yaitu para dokter spesialis/MARKET LEADER DOCTOR'S dan kemudian baru masuk ke level bawah dari pyramid yaitu para GP,
dengan obyektif agar bila ada level GP yang ingin konsultasi tentang farmakodinamik dan clinical experience ke senior mereka atau ke para konsultan, maka senior mereka (Specialist / OPINION LEADER DOCTOR'S) sudah aware tentang hal tersebut karena mereka sudah tahu terlebih dahulu.

Launching Plan
Merupakan tahapan yang critical dalam menentukan keberhasilan launching suatu produk baru, karena tampilan data finansial dan estimasi sales harus ditampilkan beserta dengan prakiraan biaya promosi yang diperlukan utk boost launching produk baru tsb.
Merupakan hal yang harus diperhatikan bahwa Launching Plan tersebut harus sinergi dengan marketing plan yang ada, untuk memudahkan proses monitoring dan evaluasi keberhasilannya.
Dalam plan ini disertakan juga rencana utk PR (Public Relation) programnya apakah akan hire Event Organizer independent atau melakukan sendiri program PR tsb.
namun harus diingat kode etik promosi obat ethical yang melarang farmasi utk tidak boleh expose brand name ke publik non medis, untuk itu perlu diupayakan sisi safety dari product exposurenya agar terhindar dari sanksi BPOM.

Launching Activities
Berdasarkan pertimbangan budget dan manpower, maka aktifitas launching dapat dilakukan dengan beberapa macam.a.l.:
a. 1 launching besar di kota besar kemudian diikuti dibeberapa kota kecil sebagai snow ball effectnya
b. Beberapa launching di kota kecil baru kemudian diakhiri dengan big/grand launch di kota besar
c. Eksklusif launching utk beberapa/dokter selektif dibeberapa center
d. Bilamana dilakukan di daerah, maka sebaiknya keterlibatan dokter setempat sebagai pembicara pendamping atau moderator sangatlah diperlukan sebagai endorser/local support, karena mereka biasanya lebih didengar di komunitas lokal sebagai figur panutan.

Post launching evaluation
Penilaian sukses tidaknya proses launching bisa dilihat dari beberapa parameter evaluasinya: a.l.:
1. Jumlah peserta yang hadir saat acara ilmiah
2. Jumlah repeat order obat dr apotik ke distributor
3. Hasil pengisian form PMS (Post Marketing Surveillance) baik oleh dokter peresep ataupun komentar pasien.
4. Hasil interview dengan beberapa responden dokter peserta launching.

Namun terlepas dari itu semua, sukses tidaknya launching obat baru bergantung dari kekompakan dan sinergi kerja dari product manager, sales manager, medical manager dan dukungan dari distributor untuk spreading barang ke semua apotik rujukan/panel.

Jumat, 22 Agustus 2014

e catalog obat merepotkan?

   
Dalam website konsultasi LKPP tertanggal 06 April 2013, 06:54 WIB, menjelaskan hal sebagai berikut:
  • Untuk pengadaan obat dan alat kesehatan yang sudah tersedia di E-catalog dapat dilakukan dengan pengadaan secara prosedur E-purchasing.
  • E-Purchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik
  • Untuk obat dan alat kesehatan yang belum ada dalam e-catalog menggunakan proses pengadaan sesuai dengan Peraturan Presiden No 54 tahun 2010 sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Presiden No. 70 tahun 2012.
  • Untuk obat generik dan belum ada dalam e-catalog, dilakukan dengan penunjukkan langsung dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan yang terakhir.
  • Pengadaan yang sifatnya mendesak untuk keselamatan masyarakat dilakukan dengan Penunjukan Langsung dengan negosiasi teknis dan harga (Peraturan Presiden No. 70 tahun 2012 Pasal 38 ayat 4 a3, penunjukkan langsung dapat dilakukan untuk keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/ harus dilakukan segera).
  • Penunjukan langsung dilakukan kepada pabrikan atau distributor resmi dari pabrikan tersebut.
  • Untuk pengadaan bukan kebutuhan mendesak, dalam rangka ketersediaan cadangan obat tidak dapat dilakukan dengan penunjukan langsung.
  • Untuk paket-paket sampai dengan Rp. 200 juta lakukan dengan pengadaan langsung dengan negosiasi teknis dan harga.
Dari penjelasan ini sebenarnya sudah sangat jelas apa yang harus dilakukan oleh pokja/pejabat pengadaan terhadap pengadaan obat.




kebutuhan obat yang tidak terdapat dalam e-Catalog ke dalam kategori berikut:
  1. Obat Generik yang sifatnya mendesak untuk keselamatan masyarakat dilakukan dengan Penunjukan Langsung dengan negosiasi teknis dan harga (Peraturan Presiden No. 70 tahun 2012 Pasal 38 ayat 4 a3, penunjukkan langsung dapat dilakukan untuk keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/ harus dilakukan segera), kepada pabrikan atau distributor resmi dari pabrikan tersebut. Sebagai patokan HPS dapat digunakan Harga yang tertuang pada SK Menkes 2012. Sebagai catatan penetapan Keadaan Tertentu (Kebutuhan Mendesak) ini sebaiknya ditetapkan oleh pihak yang berwenang menetapkan keadaan tertentu yaitu Kepala Daerah/Menteri.
  2. Obat-obatan yang sifatnya tidak mendesak dilaksanakan melalui pelelangan umum/sederhana dengan menggunakan Pelelangan Itemize seperti yang dilakukan LKPP untuk e-Catalog. Contoh dokumen dapat dilihat disini. Sebagai salah satu patokan HPS dapat digunakan Harga yang tertuang pada SK Menkes 2012.

Kamis, 07 Agustus 2014

Gurihnya sektor rumah sakit


Gurihnya sektor rumah sakit

Rumah sakit merupakan salah satu badan yang bergerak dalam bidang kesehatan sangat berperan penting bagi terciptanya mutu hidup dan lingkungan hidup bagi masyarakat, sehingga tercipta derajat kesehatan yang tinggi baik bagi kesehatan badaniah, rohaniah, maupun sosial.

Sebagai distributor tentunya kita harus menjembatani keinginan dan harapan baik dari principal maupun pihak pelanggan rumah sakit untuk bersama-sama bekerja sama dalam menangani bisnis mulai dari order sampai dengan menjadi tagihan. Bayangkan saja , kontribusi penjualan obat di sector rumah sakit di Indonesia sebesar 42% jika saja sales obat di 2012 sebesar Rp 40 trilyun maka sector rumah sakit beromset sekitar Rp 17 Trilyun pertahun.jika dibagi perbulan maka sekitar Rp1,2 Trilyun penjualan sector rumah sakit di Indonesia.

Apalagi di 2014 sektor rumah sakit akan semakin menggurita dengan adanya BPJS, dimana seluruh pegawai atau masyararakat dapat berobat di rumah sakit dengan Cuma-Cuma.
semua team focus untuk bersama-sama bekerja sama dalam pengelolaan channel rumah sakit agar semua tagihan dapat tertagih sesuai jatuh temponya.

 


 

Rumah Sakit mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan tersebut dapat berupa pelayanan kuratif, promotif, preventif, dan rehabilitatif.

Tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintah tetapi peran serta aktif masyarakat, termasuk swasta harus sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku, agar tidak terjadi penyimpangan antara kepentingan atau yang menghambat jalannya pembangunan.


             Rumah sakit merupakan sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan, tenaga kesehatan serta penelitian. Namun saat ini rumah sakit bukan hanya fasilitas sarana kesehatan yang bergerak dibidang jasa tetapi juga lebih mengarah seperti perusahaan-perusahaan pada umumnya yakni bertujuan untuk mencari laba
Semakin banyaknya rumah sakit yang dibangun baik oleh pihak swasta maupun pemerintah, menuntut sebuah rumah sakit untuk siap bersaing baik bersaing dengan rumah sakit dalam negeri maupun bersaing dengan rumah sakit internasional.       

             Banyaknya pemain, tentunya menuntut pihak manajemen rumah sakit harus kreatif sehingga tidak terlindas oleh pesaing. Rumah sakit pemerintah dan swasta juga akan bersaing dengan rumah sakit swasta asing.

a.Rumah Sakit menuju Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014

Meski pemerintah terus menggenjot persiapan pelaksanaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan dimulai Januari 2014, tetapi masih ada beberapa permasalahan yang menghadang, Terutama mengenai kesiapan rumah sakit.
permasalahan  terutama terjadi pada rumah sakit yang belum mampu melaksanakan kendali mutu dan biaya dengan baik.

            Jika melihat kepesertaan masyarakat dalam asuransi atau jaminan kesehatan di 2013 ini masih sangat minim 73.4 juta jiwa (31.18%).

Pada tahun 2012, cakupan jaminan kesehatan di Indonesia telah mencapai 163.547.921 jiwa . Kepersertaan Jamkesmas 78.803.760 jiwa (33,16%), Askes PNS 16.548.283 jiwa (6,69%), JPK Jamsostek 7.026.440 jiwa (2,96%), TNI/Polri/PNS Kemhan 1.412.647 jiwa (0,59%), Asuransi Perusahaan 16.923.644 jiwa (7,12%), Asuransi Swasta 2.937.627 jiwa dan Jamkesda 39.895.529 jiwa (16,79%).

Prediksinya, pada tahun 2014 ditargetkan masyarakat Indonesia telah memiliki jaminan berbagai variasi model (Jamkesmas, asuransi social PNS/Pensiunan dan Veteran, TNI/Polri, Jamkesda, Jaminan kesehatan yang diadakan oleh perusahaan, asuransi swasta komersial dan asuransi lainnya).

jumlah Rumah Sakit yang masuk dalam jaringan pelayanan Jamkesmas , terus meningkat dari tahun ke tahun, termasuk rumah sakit swasta. Sampai tahun 2012 terdapat 502 dari 1.240 rumah sakit swasta yang masuk dalam jaringan pelayanan Jamkesmas

jumlah seluruh rumah sakit di Indonesia sampai Januari 2013 sebanyak 2.083. diperkirakan secara nasional jumlah rumah sakit dapat mencukupi, namun perlu diperhatikan penyebabaran per-kabupaten/Kota dan propinsi. Dengan demikian rumah sakit yang telah terlibat dalam Jamkesmas adalah sebanyak 59,5%.

 

 

b.Pengertian Rumah Sakit

            Berdasarkan UU No 44/2009 mengenai Rumah Sakit, Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanannya dan pengelolaannya.Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan , Rumah sakit dikategorikan Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusu.

Rumah Sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang-bidang dan jenis penyakit sedangkan Rumah Sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang / penyakit tertentu, misal ; RS.THT khusus pasien penyakit THT

            Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dibagi menjadi Rumah sakit public dan rumah sakit private.

RS public dapat dikelola oleh pemerintah pusat/daerah berdasarkan pengelolaan Badan Layanan umum atau Badan Layanan Umum daerah.

RS Private dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan terbatas atau Persero.

 

Dari fungsi dan tugas rumah sakit yang telah disebut kan diatas, terjadilah penggolongan tipe rumah sakit berdasarkan kemampuan rumah sakit tersebut memberikan pelayanan medis kepada pasien.

 

 

 

 

 
Ada 5 tipe rumah sakit di indonesia, yaitu Rumah sakit tipe A, B, C, D dan E :

    *
Rumah Sakit Tipe A


Adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai rujukan tertinggi (Top Referral Hospital) atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat.

    *
Rumah Sakit Tipe B

Adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas.Rumah sakit ini didirikan disetiap Ibukota propinsi yang menampung pelayanan rujukan di rumah sakit kabupaten.   

* Rumah Sakit Tipe C

Adalah rumah sakit yang mapu memberikan pelayanan kedokeran spesialis terbatas.Rumah sakit ini didirikan disetiap ibukota Kabupaten (Regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

    *
Rumah Sakit Tipe D

Adalah rumah sakit yang bersifat transisi dengan kemampuan hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan gigi. Rumah sakit ini menampung rujukan yang berasal dari puskesmas.

    *
Rumah Sakit Tipe E

Adalah rumah sakit khusus (spesial hospital) yang menyalenggarakan hanya satu macam pelayan kesehatan kedokteran saja. Saat ini banyak rumah sakit kelas ini ditemukan misal, rumah sakit kusta, paru, jantung, kanker, ibu dan anak.
c.Manajemen obat di Rumah sakit

Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting dalam fungsi manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun secara ekonomis.

 
Tujuan manajemen obat di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau untuk mendukung pelayanan yang bermutu.

 

Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang merupakan suatu siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi dasar yaitu

-seleksi

-perencanaan

-pengadaan distribusi  

-penggunaan.

 
Manajemen obat di rumah sakit dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

        

Berkaitan dengan pengelolaan obat di rumah sakit, Departemen Kesehatan RI melalui SK No. 85/Menkes/Per/1989, menetapkan bahwa untuk membantu pengelolaan obat di rumah sakit perlu adanya Panitia Farmasi , Formularium dan Pedoman Pengobatan.

Panitia Farmasi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
 

Formularium dapat diartikan sebagai daftar produk obat yang digunakan untuk tata laksana suatu perawatan kesehatan tertentu, berisi kesimpulan atau ringkasan mengenai obat.

 
Formularium merupakan referensi yang berisi  informasi yang selektif dan relevan untuk dokter penulis resep,penyedia / peracik obat dan petugas kesehatan lainnya.


d.Perencanaan obat di rumah sakit

Perencanaan obat untuk rumah sakit yaitu :

 
DOEN,Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, atau dari rencana pengembangan.

 
1.Perencanaan yang telah dibuat harus dilakukan koreksi dengan menggunakan metode analisis nilai ABC

 

untuk koreksi terhadap aspek ekonomis, karena suatu jenis obat dapat memakan anggaran besar disebabkan pemakaiannya banyak atau harganya mahal. Dengan analisis nilai ABC ini, dapat diidentifikasi jenis-jenis obat yang dimulai dari golongan obat yang membutuhkan biaya terbanyak. Padadasarnya obat dibagi dalam tiga golongan yaitu golongan A jika obat tersebut mempunyai nilai kurang lebih 80 % sedangkan jumlah obat tidak lebih dari 20 %, golongan B jika obat tersebut mempunyai nilai sekitar 15 % dengan jumlah obat sekitar 10 % - 80 %, dan golongan C jika obat mempunyai nilai 5 % dengan jumlah obat sekitar 80 % - 100%.

 

2.Analisa juga dapat dilakukan dengan metode VEN (Vital, Esensial dan Non Esensial) untuk koreksi terhadap aspek terapi, yaitu dengan menggolongkan obat kedalam tiga kategori. Kategori V atau vital yaitu obat yang harus ada yang diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan.

kategori E atau essensial yaitu obat yang terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi pasienan.

 

kategori N atau non essensial yaitu meliputi berbagai macam obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri, obat yangdiragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis.

 
e.Pengadaan obat di rumah sakit

merupakan kegiatan untuk merealisasikankebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui :
 
1.Pembelian :

a)Secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)

b)Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan

 
Tujuan pengadaan adalah memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar tidak memerlukan waktu dan tenaga yangberlebihan.

 Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah berlaku untuk pengadaan obat di rumah sakit milik pemerintah, pengadaan obat ini dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN)maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam Keppres ini, pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan dengan menggunakan:

 a.Penyedia barang/jasa, yaitu dengan menggunakan badan usaha atauorang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa.

b.Pengadaan barang/jasa swakelola, yaitu direncanakan, dikerjakan,dan diawasi sendiri oleh institusi pemerintah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
f. Metode   Pemilihan Penyedia  Barang/ Jasa

1.Pelelangan Umum
Adalah metoda pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui mediamassa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umumsehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuh ikualifikasi dapat mengikutinya. Semua pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya pada

2.Pelelangan Terbatas
Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampumelaksanakan diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan yang kompleks, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metoda pelelangan terbatas dan diumumkan secara luas melalui media massadan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyediabarang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatankepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.

3.Pemilihan Langsung
          Dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sertaharus diumumkan minimal melalui papan pengumuman resmi untukpenerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet, pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00.

4.Penunjukan Langsung
Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyediabarang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Penunjukan langsung dapat dilaksanakan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut :

1).Keadaan tertentu, yaitu:

a) Penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan dankeselamatan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak

b)Pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut pertahanandan keamanan negara yang ditetapkan oleh presiden; dan/atau

 
c)Pekerjaan yang berskala kecil dengan nilai maksimum Rp50.000.000,00 dengan ketentuan :

 

(1)Untuk keperluan sendiri; dan/atau

(2)Teknologi sederhana; dan/atau

(3) Resiko kecil; dan/atau

(4)Dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa usaha orang perseorangan dan / atau badan usaha kecil termasuk koperasi

 

 

 

 

 

 

Sukses KAM di Rumah Sakit


Sukses penanganan bisnis rumah sakit

A.Manajemen Proses

            Manajemen proses didalam perusahaan seringkali melibatkan lintasan divisi lain, baik yang terkait langsung terhadap proses salesnya maupun yang tidak terkait didalam proses ini.

Dalam proses penanganan bisnis rumah sakit ini tentu pihak sales mengharapkan kerjasama yang baik dari divisi lain agar penjualan di rumah sakit dapat bertumbuh serta target collection dapat tercapai.

            Beberapa proses lebih penting dari proses lainnya karena dampaknya kritikal dan esensial bagi kesuksesan perusahaan.

            Dalam mengklasifikasikan atribut suatu proses sebagai proses inti, seyogyanya dipertimbangkan hal berikut :

-        Kepentingan strategis

Tentunya terkait dengan visi dan misi perusahaan

-        Dampak Pelanggan

Apakah berdampak semakin baik pelayanan kita

-        Lintas Sistem Fungsional (cross functional process)

Proses yang melibatkan divisi-divisi lain

     

Rangkaian kegiatan utama (primary activities) sebuah distributor, mulai dari kegiatan menerima order sampai ke penagihan adalah contoh proses inti.

Biasanya setiap perusahaan terdapat berbagai proses fungsional , seperti sales, fakturis, keuangan, kasir, gudang , ekspedisi dan sumber daya manusia.Proses yang melintasi berbagai proses fungsional ini disebut sebagai proses lintas fungsional.

Sisdur yang ketat biasanya juga terjadi pada organisasi piramida yang sangat hirarkis dan fungsional. Lapisan atas-bawah sangat banyak dan batas atau fungsi sangat ketat.

            Seorang Sales sector rumah sakit (SRH) yang gampang berjanji pada rumah sakit tanpa konsultasi dulu dengan internal bisa celaka. Kenapa? Karena orang lain dari divisi lain tidak merasa ikut berjanji karena itu tidak merasa ikut bertanggung jawab .

Pelanggan tidak akan mau tau sisdur yang ada di internal distributor, pokoknya pihak Rumah Sakit supaya mendapatkan pelayanan baik.

Dalam hal ini cross functional process harus dijalankan dengan baik semua bagian di cabang harus bekerja sama disebut Interfunctional team (Kerjasama fungsi).

Secara sederhana, kerjasama fungsi/ system  :

1.Harus ada tekanan bahwa semua fungsi memiliki sub ordinate goal yang terkait dengan peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit

2.Perubahan penilaian atas kinerja fungsi/proses.

Proporsi penilaian penanganan pelanggan khususnya rumah sakit dititikberatkan pada penciptaan nilai tambah terhadap proses pelayanan pada pembeli.

Bagaimana menciptaan kooperasi dan sekaligus kompetisi antar fungsi terutama di cabang.

Harus ada system penilaian yang bisa menampung kompetisis sekaligus memaksa bekerja sama misalnya : The best branch

 

 


Bagan 3 : Sistem Pendekatan Proses

 





Hasil

(Outcome)

pelanggan

 



Proses

Distributor

 

 



Kemampuan (Ability)

Pelanggan
                          Persyaratan                                          Persyaratan





 


                         Masukan/input                                   Keluaran/output

 

            Dengan pendekatan proses, system dapat digambarkan sebagai berikut :

1.Pelanggan (customer rumah sakit) adalah para individu yang mengharapkan barang, jasa atau keluaran diserahkan kepadanya

2.Hasil (Outcome) adalah kemampuan keluaran untuk memuaskan pelanggan.

3.Persyaratan yang bisa dilihat dari pelanggan adalah uraian keluaran yang diharapkan pelanggan.

4.Kemampuan (Ability) adalah kapasitas untuk melaksanakan berbagai tugas dan aktivitas dalam memberi masukan.

5.Proses adalah transformasi sumber daya yang diberikan oleh pemasok menjadi keluaran. Transformasi adalah tugas, aktivitas dan prosedur di dalam proses nilai tambah pada masukan dengan mengolahnya menjadi nilai tambah pada keluaran pada pelanggan.

 

 

 

 

Untuk menangani dengan baik, seorang salesman/ collector/ supervisor bahkan manager harus memahami sebuah proses aktivitas dengan tujuan efisien. Semua pekerjaan dapat dilakukan dengan sistematis.

a.Kemampuan Individu

Hanya melalui perilaku dan kinerja orang yang berubah, perubahan pada proses tertentu dapat terjadi. Seorang salesman yang baik dapat menghandle sebuah pelanggan besar seperti rumah sakit yang penuh detil dan liku-likunya, kemampuan untuk memecahkan masalah atau persoalan yang terjadi di key accountnya

b.Tata Nilai

Istilah tata nilai menunjukan pedoman prinsip dan atau perilaku untuk mewujudkan bagaimana organisasi adan anggotanya diharapkan bertindak.

Tata nilai seorang salesman  sesuai aturan dimana etika dalam melakukan pekerjaan sudah diatur secara tegas,  harus mengkedepankan rasa sosial yang tinggi, kepedulian terhadap kepentingan pasien akan obat.
Manajemen proses

Bagaimana mengatur proses (mulai dari proses standarisasi rumah sakit, PO, pembayaran, pengiriman barang dll)  dengan baik sehingga menghasilkan Hasil yang memuaskan.

 

..Ketika proses yang melibatkan divisi lain tidak berjalan semestinya sesuai alur maka yang didapatkan adalah Kehancuran…

B.Manajemen aliran Kas

            Pertumbuhan dalam bisnis rumah sakit memang lebih berbahaya bagi arus uang daripada dalam penurunan dalam bisnis. Pertumbuhan dalam penjualan segera diikuti dalam pertumbuhan dalam piutang. Pertumbuhan yang tidak dikelola merupakan ancaman serius bagi sebuah perusahaan dalam ukuran apapun.

            Perusahaan merasa senang dengan pertumbuhan bisnis di sector rumah sakit tetapi ternyata beberapa rumah sakit besar telat dalam pembayaran dari ketentuan, ketentuan 30 hari dibayarkan 90 hari mengakibatkan cash flow perusahaan ikut-ikut terimbas tidak sehat

Jagalah kewaspadaan terhadap arus kas di cabang perusahaan dengan kontrol terhadap proses pembayaran rumah sakit ke perusahaan.

Ada empat cara mengukur piutang pelanggan :

1.Yang paling besar ke yang paling kecil

Cek piutang terbesar terlebih dahulu agar bisa ditagih masuk ke bulan berjalan setelah itu baru piutang yang nilainya lebih kecil

2.Cash on delivery, 30 hari

Normalnya adalah pembelian credit 30 hari, untuk jangka waktu lain tergantung tipe bisnis.

3.Angka Penjualan harian dalam piutang

Setiap penjualan harian tentu akan jadi nilai piutang dibulan berikutnya.

 

 

4.Tingkat resiko kredit

            Alasan untuk menganalisis piutang adalah untuk mengupas persoalan-persoalan pembayaran terlambat, memperlihatkan kesulitan-kesulitan adminsitratif (seperti tagihan terselip, dokumen tidak benar dan sebagainya) mengenai sebuah piutang maupun kuantitas uang pelunasan.

Setiap kategori ukuran menyatakan perangkat respons manajemen yang berbeda. Yang paling besar sampai ke yang paling kecil menyatakan ke perusahaan dimana harus pertama kali dimulai.

Penjualan harian dalam ukuran piutang menyatakan ke perusahaan , jika efiesiensi penagihan keseluruhan sedang diperbaiki atau sedang menurun, dan tingkat evaluasi resiko akan mengindikasi pelanggan yang memerlukan perhatian khusus.

Kelambatan pola-pola pembayaran :

1.Tidak ingin membayar karena tagihan tidak benar.

Ada discount yang berbeda, ada janji dari principal dsb

2.Tidak dapat membayar karena para pelanggan tidak punya uang.

3.Tidak mau membayar karena para pelanggan mencoba untuk “licik” atau mungkin tidak etis.

 

 

 

 

 

 

 

C.Manajemen personil

            Dalam penanganan SRH melibatkan personil atau sumber daya manusia lintas divisi seperti : salesman, fakturis, sales service, administrasi, operasional, gudang dan ekspedisi sudah sewajarnya perlu focus dalam penanganan.

            Kategori fokus salesman dalam suatu organisasi menelaah system kerja organisasi ; penggunaan, pengelolaan, pengembangan salesman serta pembelajaran dan motivasi salesman atau jajaran organisasi sehingga mampu mengembangkan dan memanfaatkan seluruh potensi agar selaras dengan seluruh sasaran, strategi dan rencana kerja perusahaan.

1) Pembinaan Personil

 

Pembinaan SRH tidak hanya dilakukan oleh Supervisor saja tetapi oleh BM dan NSM

 
yang harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan.

Layaknya seorang anak yang butuh perhatian orang tua , maka sales supervisor dan BM adalah orang tua salesman di kantor yang terkadang menjadi tempat pengaduan semua masalah dilapangan,

Fungsi pembinaan meliputi :

-        Kontrol harian pekerjaan SRH

-        Coaching terhadap masalah-masalah harian yang terjadi dilapangan, diupayakan semua keluhan atau permasalahan dapat diselesaikan di hari yang sama tanpa menunda-nunda

-        Motivasi terhadap performance salesman

 

Tujuan SRH Sukses

·        Menurut survey di dunia ini hanya 3% orang yang menulis apa yang menjadi tujuan hidupnya,demikian hal nya Salesman  yang mau sukses harus berani menulis dengan jelas apa tujuan hidupnya?

·        Menurut survey orang yang menulis tujuan hidupnya termasuk yang 3% tersebut diatas ,ternyata tingkat kesuksesannya 33 kali lebih sukses di banding orang yang tidak pernah menulis tujuan hidupnya.

Kunci tujuan hidup agar jadi SRH sukses,yaitu :

·        Agar menjadi Sales Sukses kita harus bisa membayangkan dengan detail jika tujuan hidupnya tercapai

·        Agar menjadi Sales sukses kita harus bisa Menuliskan tujuan hidup dengan jelas , detail dan tahu bagaimana cara mencapainya

·        Sebagai Conductor yang mengatur irama kerja divisi lain dengan baik sehingga menghasilkan alunan nada yang singkron

Tindakan SRH Sukses

·        Seorang Salesman sukses harus Focus dengan pekerjaan dan dapat mengatur dengan baik hubungan dengan divisi lain (orang lain) yang akan mengantarkannya ke tujuan hidupnya.

·        Seorang Sales sukses harus bisa Memodifikasi strategi dari perusahaan atau seniornya yang sudah sukses terlebih dahulu di sesuaikan dengan style dan karakter pribadinya.

Dan berani dengan cepat berubah jika apa-apa yang sudah dilakukan selama ini keliru atau tidak menuju jalur kesuksesan, harus menganti dengan strategi baru

·        Seorang SRH sukses harus mempunya ke Cepatan diatas rata-rata sales lain. Kecepatan dalam bekerja, kecepatan dalam menganalisa kebutuhan customer,kecepatan dalam melihat peluang, kecepatan dalam mencari prospect,kecepatan dalam melihat masalah dan memberi solusi yang tepat, dsb

·        Seorang SRH Sukses harus lebih Kreatif dari sales pada umumnya,Kreatifitas itu bisa kita lihat dari strategi yang dibuat yang mungkin dianggap tidak masuk akal lalu di modifikasi menjadi masuk akal,Salesman pada umumnya belum berpikir kesana ,tapi salesman sukses yang kreatif justru sudah melakukannya.

·        Seorang SRH lebih mementingkan kerjasama dengan semua divisi di internal sehingga bahasa yang digunakan adalah satu bahasa yakni bahasa kerjasama.

·        Seorang SRH sebenarnya adalah Junior Supervisor atau calon-calon supervisor yang dapat bekerja independent atau mandiri sehingga sebagai modal kelak ada promosi jabatan sudah biasa menghandle pekerjaan sesulit apapun.

 

 

 

2) Pembinaan Teritory

 

-        Target kerja : penjualan, tagihan dan kunjungan

Memahami harapan-harapan principal didalam mengelola bisnis rumah sakit dan yang juga dapat memuaskan pihak rumah sakit dengan keberadaan kita.

 

-        Prioritas Rute perjalanan kunjungan

 

-        Pembinaan customer relation ship yang baik kesemua bagian tidak hanya bagian pembelian dan keuangan tetapi keseluruh jaringan rumah sakit termasuk Satpam